“Lebih banyak dari kita yang mengunyah kulit kacang ketimbang isinya. Mengambil yang seharusnya dibuang dan malah membuang yang seharusnya diambil.”
Gambar diatas sengaja saya tampilkan diawal sebagai ‘versus’ dari tulisan bertema serupa oleh Adik saya yang sedang galau,
Andrenogen Tauladinoksida. Dalam akhir tulisannya,
Westernisasi salah siapa? Didapat sebuah kesimpulan jika wabah westernisasi itu dapat merebak luas dikarenakan ulah bangsa ini sendiri wa bil khusus umat Muslim sebagai mayoritas.
Jika westernisasi diibaratkan seperti arus, maka arus yang dibawanya teramat besar dan menyeluruh. Dari mulai politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan bahkan hingga ke ranah pemikiran!
Dari segi politik, Demokrasi yang kita kenal sekarang bukanlah produk Indonesia tentu. Karena Indonesia sebelum disatukan dulunya berbentuk kerajaan yang coraknya berbeda di tiap-tiap wilayah. Dan dari segi ekonomi system kapitalis yang ada sekarang diimport dari barat. Tidak jauh berbeda dengan segi pendidikan yang kurikulumnya harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari kaum barat.
Yang paling mudah terlihat dan kasat mata adalah dari segi kebudayaan. Wanita-wanita Indonesia yang dulunya anggun berkebaya sekarang berseliweran mengenakan selembar kain berukuran minim. Dari yang dulunya wanita-wanita Indonesia banyak berdiam dirumah, bercengkrama dengan keluarga, beraktivitas yang sesuai dengan fitrahnya, tapi kini kita temukan banyak wanita-wanita Indonesia yang lalu lalang bahkan hingga tengah malam.
Dan coba perhatikan pemuda Indonesia sekarang, banyak yang suka meniru-niru gaya kaum barat dari mulai cara berpakaian, cara bersosialisasi, bahkan cara mereka makan.. Gaya dandanan anak muda Indonesia sekarang malah lebih ‘wow’ dari pada Negara asal tempat dimana budaya itu di import. Pemuda yang suka menggunakan baju ketat, celana ketat (sampai saya merasa kebingungan bagaimana cara mereka meloloskan pakaian juga celana itu melewati tubuh).
Belum lagi ditambah anting-anting yang mencolok mata terus juga rajah tubuh alias tattoo. Dan dengan cueknya berjalan ‘slonong boy’ didepan orang tua plus angguk-angguk kepala, bukan sebagai tanda hormat tapi telinganya sedang dipasang headseat sambil mendengarkan lagu metal (Eh, ini bukan untuk menyindir
Zachflass loh, karena beliau kan sudah taubatan nasuhah sekarang). ^^
Pemuda-pemudi sekarang akan merasa lebih percaya diri jika membudayakan diri dengan budaya barat. Jelas terlihat bahwa sekarang ini kita mengalami krisis jati diri, bukan hanya sebagai seorang Muslim tapi juga sebagai seorang Indonesia. Terbang melayang budaya Tepo Seliro yang mengedepankan harmoni, keserasian, kerukunan, dan rahmat. Berganti dengan Egoisme yang merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri tanpa memperhatikan keberadaan orang lain.
Ketika kita membicarakan benar salahnya westernisasi, kita terlebih dahulu harus mencerna westernisasi secara global sebelum mengerucut kearah parsial. Seperti diawal tulisan, sangat disayangkan bahwa kebanyakan dari kita tidak bisa memilih mana yang dikonsumsi.
Sebagai contoh sederhana adalah penggunaan teknologi media yang arusnya dibawa oleh kaum barat. Ketika kita sibuk berkorespondensi dengan cara surat-menyurat, kaum barat sudah lebih dimudahkan dengan penemuan teknologi yang dapat mengirimkan surat secara elektronik. Lambat laun kitapun sudah terbiasa menggunakan email dan sms. Belum lagi kalau kita membicarakan produk internet. Tidak terbayangkan betapa kita dimudahkan oleh teknologi satu ini. Memudahkan arus informasi juga menjalin silaturahmi.
Disamping hal-hal postif yang kita peroleh, tentu sisi negative akan selalu membayang dibelakangnya. Terbukti dengan makin banyaknya situs-situs yang menginformasikan kekeliruan dan berujung pada penyimpangan informasi yang sebenarnya. Namun herannya masyarakat Indonesia saat ini malah lebih suka menggunakan produk ini untuk hal-hal yang kurang bermanfaat dan bahkan yang sudah jelas-jelas terlarang bukan hanya dalam ajaran Islam tapi juga budaya Indonesia, seperti situs-situs gossip dan mewabahnya situs-situs pornografi yang justru menjadi daya tarik sendiri bagi kebanyakan kita. Belum lagi media social yang malah dijadikan ajang perdebatan yang menimbulkan bukan hanya kekisruhan tapi juga permusuhan.
Dan segi pemikiran sudah tidak terhinggakan lagi saking banyaknya pemikiran-pemikiran yang diimport dari barat!
Pemikiran import itu dapat dilihat melalui tersebarnya aliran-aliran yang merusak
seperti Freudisme, Darwinisme, Marxisme, slogan pengembangan moral (Levy
Bruhl) dan pengembangan masyarakat (Durkheim). Juga berkembangnya perhatian
terhadap existensialisme, sekularisme, liberalisme, seruan nasionalisme, sukuisme dan kebangsaan.
Mengapa kita tidak mau mengambil ‘sari patinya’?
Jika ada sebagian dari kita yang kagum kepada Amerika, mengapa tidak mengambil budaya etos kerja serta optimis sehingga dapat meninggalkan budaya kita yang terkenal dengan pemalas. Bukannya membudayakan free sex?!
Jika kita kagum dengan Jepang, mengapa kita tidak mengikuti budayanya yang terkenal karena otoriter dengan waktu sehingga dapat memacu kita untuk
tepat waktu. Bukannya membudayakan karouke dan sake?!
Menyalahkan hanya akan membuat semakin terpuruk, membenarkan juga hanya akan menjadikan kita manja. Karena Rasulullah Saw pernah bersabda,
"Kamu pasti akan mengikuti
tradisi orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta.
Sehingga jika mereka masuk ke lubang biawak sekalipun kamu akan ikut masuk
pula."
Sudah menjadi sunnatulah umat ini akan cenderung mengikuti suatu kaum yang dianggap 'lebih', sehingga seorang ulama besar seperti Ibnu Khaldun berkata,
"Orang kalah
selalu berkeinginan mengikuti yang menang dalam segala hal; dalam berpakaian,
berperilaku dan adat kebiasaannya."
Terlebih sebagai seorang Muslim, sebenarnya kita 'tidak butuh' westernisasi sebab Islam telah mengajarkan setiap detail bagaimana agar kita tetap eksis tanpa harus mengikis prinsip-prinsip Islamis. Cara kita bernegara, bermasyarakat sudah diatur dengan sangat indah dengan prinsip bersosialisasi dalam Al Qur'an. Begitu juga dengan tradisi-tradisi yang kita lakukan sudah teratur tanpa perlu penambahan. Jadi jika kita memang sedang dilanda krisis jati diri dan membutuhkan role model, mengapa kita tidak kembali ke sebaik-baik kaum untuk dijadikan contoh? Yaitu, sahabat-sahabat Rasulullah Saw yang hidup pada masa beliau, masa khulafaur Rasyidin, masa setelahnya dan kemudian masa setelahnya.