Archive for 2012-06-10

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong

By : Ave Ry


“ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.. “ Al Baqarah : 153

Allah SWT menjelaskan bahwa sebaik-baik alat bantu dalam menghadapi berbagai musibah adalah kesabaran dan shalat. Hal ini juga diterangkan Allah SWT oleh ayat sebelumnya dalam Surah yang sama,

“ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', “ Al Baqarah : 45

Sesungguhnya seorang hamba adakalanya mendapat nikmat kemudian mensyukurinya atau ditimpa bencana tetapi sabar dalam menghadapinya. Dalam sebuah hadist yang dijelaskan dalam kitab Musnad Imam Ahmad, Rasulullah Saw bersabda,


Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin itu, tidaklah menetapkan sesuatu melainkan hal itu baik baginya. Jika mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Dan jika mendapatkan kesusahan, ia bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. ( HR. Muslim )


Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kesabaran bisa dibagi dalam tiga bentuk yaitu :

1. Sabar ketika meninggalkan berbagai hal yang diharamkan dan perbuatan dosa
2. Sabar ketika melakukan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
3. Sabar dalam menerima dan menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan

Sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdurrahman bin Zaid binAslam, “ Kesabaran terdapat dalam dua pintu: Pertama, sabar dalam menjalankan hal-hal yang dicintai Allah SWT walaupun terasa berat bagi jiwa dan raga. Kedua, sabar dalam menjauhi hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT walaupun sangat diinginkan hawa nafsu. Jika seseorang telah melakukan hal itu, maka ia benar-benar termasuk orang-orang sabar yang Insya Allah akan memperoleh keselamatan. “

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)

Beliau juga berkata, “ Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain.

Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab mengatakan, “Qutila fulan shabran” (artinya si fulan dibunuh dalam keadaan “shabr”) yaitu tatkala dia berada dalam tahanan atau sedang diikat lalu dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Dan demikianlah inti makna kesabaran yang dipakai dalam pengertian syar’i.

Ia disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak merasa marah dan menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan dalam bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan semacamnya. Maka menurut istilah syari’at sabar artinya: Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.

Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95).

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di dalam al-Qur’an kata sabar disebutkan dalam 90 tempat lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat serta tidak sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan”

Karena sabar merupakan poros, sekaligus inti dan asas segala macam kemuliaan akhlak. Jika kita telusuri lebih lanjut ternyata hakekat seluruh akhlak mulia, sabar selalu menjadi asas atau landasaannya. Misalnya :

1. ‘Iffah (menjaga kesucian diri) adalah merupakan bentuk kesabaran dalam menahan diri dari memperturutkan syahwat.
2. Syukur adalah bentuk kesabaran untuk tidak mengingkari nikmat dari Allah SWT.
3. Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada) adalah sabar dengan menahan diri dari angan-angan dan keserakahan.
4. Hilm (lemah lembut) adalah kesabaran dalam mengendalikan amarah.
5. Pemaaf adalah sabar untuk tidak membalas dendam.

Demikian pula keutamaan akhlak lainnya, semuanya bersumbu pada kesabaran. Dengan kata lain secara psikologis kita bisa memaknai kesabaran sebagai suatu kemampuan untuk menerima, mengolah, dan menyikapi kenyataan. Jadi sabar adalah upaya menahan diri dalam melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu untuk mencapai ridho Allah SWT.

Maka orang yang sabar adalah orang yang mampu menempatkan diri dan bersikap optimal dalam setiap keadaan. Sabar bukanlah sebuah bentuk keputus asaan tapi merupakan optimisme yang terukur. Ketika menghadapi situasi dimana kita harus marah misalnya maka marahlah secara bijak dan diniatkan untuk kebaikan bersama.

Sedangkan sholat adalah ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan gerakan dan bacaan tertentu seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW. Sholat adalah ibadah paripurna yang memadukan olah pikir, gerak, dan rasa. Ketiganya terpadu secara serasi dan selaras dan saling melengkapi. Dalam sholat terintegrasi proses latihan meletakkan kendali diri secara proporsional, mulai dari gerakan, inderawi, aql, dan pengelolaan nafsu yang pada akhirnya akan menghasilkan jiwa yang bersifat muthma’innah.

Orang yang memiliki jiwa muthma’innah inilah yang pada akhirnya akan mampu mengaplikasikan nilai-nilai sholat dalam keseharian yaitu nilai-nilai yang didominasi kesabaran paripurna. Prakteknya tercermin dalam sikap penuh syukur, pemaaf, lemah lembut, penyayang, tawakal, qana’ah, menjaga kesucian diri, istiqomah dsb. Dengan kata lain, orang yang sholatnya baik dalam hidupnya akan dipenuhi sifat sabar yang tercermin dalam tingginya akhlak dalam kehidupan sehari-hari.

Karena itulah maka Rasulullah, para sahabat, dan orang-orang shaleh menjadikan sholat sebagai istirahat, sarana pembelajaran, media pembangkit energi, sumber kekuatan dan pemandu untuk meraih kemenangan. Ketika mendapat rezeki melimpah, sholatlah ungkapan kesyukurannya. Ketika beban hidup makin berat, maka sholatlah yang meringankannya. Ketika rasa cemas membelenggu, sholatlah yang membebaskannya.
Maka tak heran bila khubaib bin Adi ketika akan menjalani eksekusi mati, dedengkot kafir quraisy memberi kesempatan untuk mengajukan permintaan terakhirnya. Apa yang dia minta? Ternyata yang diminta adalah kesempatan untuk sholat. Dengan kusyuk sholat dua rakaat ditunaikan. Selepas itu beliau berkata,”Andai saja aku tidak ingin dianggap takut dan mengulur-ulur waktu niscaya akan kuperpanjang lagi sholatku ini”.

Memang sholat yang baik akan menghasilkan kemampuan bersabar. Sebaliknya kesabaran yang baik akan menghasilkan sholat yang berkualitas yaitu terjadinya dialog dengan Allah SWT sehingga melahirkan kenikmatan, ketenangan yang tak terhingga di hati. Barangsiapa yang mampu merasakan nikmatnya berdialog dengan Allah SWT didalam Sholat maka niscaya Allah SWT akan membuka lebar-lebar pintu pertolonganNya.

Ingatlah juga janji Allah SWT,

“ Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya akan Allah berikan jalan keluar dan Allah akan berikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka. ” Ath Thalaq : 2-3

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi Saw bersabda,

Ketahuilah, sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Bersama kesempitan pasti akan ada jalan keluar. Bersama kesusahan pasti akan ada kemudahan.” (HR. Abdu bin Humaid di dalam Musnadnya dan Al Haakim dalam Mustadrak ‘ala Shahihain, III/624).

Source :
- Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid I
- Artikel muslim.or.id
- Artikel untaianhikmah.blogspot.com


- Copyright © Al-Ihtisyam - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -