Archive for 2013-04-07
Tepat Waktu Boss!
By : Ave Ry“Acaranya mulai jam berapa?” , “Jam 7.30”
Dan setelah satu jam lebih berada ditempat, “Sorry ya telat…”
Pernah nggak sobat Gen-Q mengalami hal ini, janjian dengan seorang teman yang punya ‘jam rusak’? ini hanya istilah pribadi saja. Entah itu adalah sebuah janji ‘resmi’ atau tidak jika dihadapi dengan mengentengkan saja atau memudahkannya adalah suatu hal yang kurang terpuji. Atau sobat pernah dalam keadaan begini, “Di informasikan bahwa acara akan dimulai pukul 08.00”. Mendapat informasi tentang sebuah acara lewat sms, email atau lisan, tapi setelah satu jam kemudian… acara baru di isi panitia dengan ‘kasak-kusuk’ antara panitia dan bahkan tanpa kata “Sorry”. Kalau sobat belum pernah mengalaminya berarti sobat adalah manusia paling berbahagia.
Sehingga kadang sudah tersetel dalam program kerja otak saya begini, “Kalau acara dari ini akan telat satu jam, kalau acara dari anu akan telat 30 menit, kalau acara dari itu lebih baik datang sesudah lewat satu jam”. Entah sobat lain bagaimana mensikapinya, tapi bagi saya hal ini sangat mengganggu. Dan mirisnya ketidak disiplinan waktu ini berlanjut terus menerus, di lestarikan, di budayakan kemudian menjadi kebiasaan.
Kebiasaan buruk ini merebak dikalangan umat Islam bak jamur, dapat ditemukan dimana saja. Kebanyakannya tidak mengatur waktunya dengan baik. Menganggap masih banyak waktu, kenapa tidak di buang-buang saja? Atau biasanya dalih yang sering dipergunakan adalah ada hal lain yang harus dikerjakan dulu. Loh, bukannya kita di tuntut untuk dapat mengatur waktu? Sebagai umat muslim, seharusnya kita mafhum akan pentingnya disiplin dalam waktu karena sholat lima waktu yang kita kerjakan itu memiliki waktu-waktu khusus yang tidak boleh di dahului atau di belakangi.
Sholat dalam ajaran islam di seumpamakan dengan tiang agama, sesuai sabda Rasulullah Saw yang artinya “barang siapa mengerjakan sholat berarti menegakkan agamaya dan barang siapa meninggalkan sholat berarti meruntuhkan agamanya”. Dalam hal ini islam juga mengajarkan disiplin waktu, karena dengan disipilin manusia bisa mencapai cita-citanya. Dan dengan sholat kita diajarkan agar lebih menghargai waktu agar digunakan dengan sebaik-baiknya. Ini juga bisa disebut dengan sholat islam mengajarkan profesisionalisme
Selain shalat sebenarnya syariat pun telah menggambarkan beberapa pekerjaan yang harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Seperti haji, zakat (baik zakat fitr atau zakat mâl), puasa, berkurban, memberi nafkah, hutang, gadai, bertamu, haid, nifas dan lain-lain. Dari sini Islam ingin mengisyaratkan akan pentingnya penentuan waktu dan banyaknya kemaslahatan dan manfaat yang ada didalamnya.
Suatu ketika Abdullah bin Mas'ud bertanya pada Rasulullah SAW: " Wahai Rasulullah pekerjaan apakah yang paling Allah cintai?", Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya". Ia bertanya: "Lalu apalagi Ya Rasul?", Beliau menjawab: "Taat pada orang tua". Ia bertanya: "Lalu apalagi Ya Rasul?", Beliau menjawab: "Jihad di jalan Allah."
Hadis di atas diriwayatkan lebih dari satu imam, sebut saja Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Ahmad, Dârul Quthni dan yang lainnya.
Dr Abdul Fattah Abu Ghuddah menyimpulkan bahwa dalam hadist tersebut terdapat kunci kesuksesan Umat Islam, yaitu dengan memanfaatkan waktu. Ia berargumen karena shalat termasuk ibadah yang sudah ditentukan waktunya. Jika seorang Muslim melaksanakannya tepat waktu, dan juga selalu memperhatikan setiap pekerjaan pada waktunya maka hal itu akan membuat semuanya dapat terlaksana dengan baik sebagaimana mestinya karena ia sudah menjadi sebuah kebiasaan dan watak dalam prilaku dan kehidupan seorang Muslim.
Islam adalah agama yang sangat menekankan kedisiplinan, tetapi ummat Islam lah yang banyak melanggar disiplin dan membuang-buang waktu.
Perhatian kita terhadap penggunaan waktu memang sesuatu yang harus kita lakukan secara serius, hal ini mengingat; Pertama, Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul memberikan perhatian yang begitu besar terhadap waktu. Kedua, sejarah menunjukkan bahwa generasi Islam pertama dan seterusnya begitu memperhatikan penggunaan waktu sehingga sejumlah dampak positif dapat kita rasakan dengan ilmu yang berkembang secara pesat, prestasi amal shaleh yang mengagumkan, perjuangan yang sangat cemerlang, kemenangan yang begitu nyata dalam menghadapi berbagai kekuatan dunia dan peradaban yang sangat kokoh. Ketiga, kondisi umat islam yang saat ini berada dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, mengingat sebagian besar kaum muslimin saat ini sering mengabaikan penggunaan waktu secara maksimal untuk hal-hal yang positif.
Tag :
Berbagi,
Lakukan Yang Terbaik Hari ini
By : Ave RyAda dua hari dalam hidup ini yang sama sekali tak perlu dikhawatirkan.
1. Hari kemarin. Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi. Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan. Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan, dan mengulangi kegembiraan yang kita rasakan kemarin. Biarkan hari kemarin lewat, lepaskan saja.
2. Hari esok. Hingga mentari esok hari terbit, kita tak tahu apa yang akan terjadi. Kita tak bisa melakukan apa esok hari. Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari. Esok hari belum tiba; biarkan saja.
Yang tersisa kini hanyalah hari ini. Pintu masa lalu telah tertutup; pintu masa depan pun belum tiba. Pusatkan saja diri kita untuk hari ini. Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Aidh al-Qarni mengingatkan, jalanilah hidup hari ini seolah-olah menjadi hari yang terakhir bagi hidup kita. Dengan pola pikir dan sudut pandang hidup semacam ini, maka kita tidak lagi memiliki alasan untuk membiarkan kesedihan mencuri sedikit waktu yang kita miliki. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Ketika pagi hari tiba, janganlah kamu berharap untuk bertemu sore hari dan ketika kamu bertemu malam hari, janganlah kamu berharap bertemu pagi hari.” Dengan kata lain, hiduplah dengan hati, tubuh, dan jiwa hanya untuk hari ini saja tanpa menjelajahi masa lalu dan tanpa merasa khawatir dengan masa depan.
Ada sebuah kisah menarik yang Gen-Q dapatkan dari tulisan seorang teman, semoga saja dapat menginspirasi sobat blogger semua
BELAJAR DARI BURUNG
“Waaah, disini masih banyak burung ya ki………..” Kata Maula, yang tengah duduk beristirahat digubuk ditengah ladang.
Ya Nak, sengaja aki membiarkan pepohonan itu, agar populasi hewan disini, terutama burung-burung itu, tetap lestari………” Kata Ki Bijak.
Iya ki, ditempat-tempat lain, sekarang sudah jarang dijumpai burung-burung bebas beterbangan seperti disini……….” Kata Maula.
"Kadang Aki malu pada burung-burung itu Nak Mas……………….” Kata Ki Bijak.
“Malu pada burung ki…..?” Tanya Maula keheranan.
“Iya Nak, coba Nak Mas pikirkan, burung-burung itu sama sekali tidak punya cadangan makanan disarangnya, kemudian burung-burung itu juga tidak punya pekerjaan tetap, burung-burung itu tidak punya kantor, tidak punya saham apalagi memiliki perusahaaan………..” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki……………..?” Tanya Maula penasaran.
“Dengan kondisi yang serba tidak punya itu, burung-burung tidak pernah merasa khawatir bagaimana mereka makan, bagaimana mereka bisa menghidupi anak-anaknya, tidak pernah resah esok makan apa, mereka menjalani kehidupannya dengan penuh keyakinan bahwa Allah-lah yang menjamin rezeki kepada setiap mahluk-Nya……….”
“Burung tidak pernah resah hingga tidak bisa tidur misalnya, burung tidak pernah panik karena tak punya tabungan misalnya, mereka, dengan berbekal keyakinan kepada Allah, terbang dari sarangnya setiap pagi untuk mengais rezeki yang telah dipersiapkan Allah untuk mereka, dan seperti Nak Mas lihat, burung-burung itu, mereka sehat dan tidak kekurangan apapun…………..” Kata Ki Bijak.
Maula mulai tertarik untuk mengamati burung-burung yang datang dan pergi, hinggap dipucuk pepohonan, mereka nampak cantik dan anggun, bertengger sambil berkicau riang……
“Coba Nak Mas bandingkan dengan kehidupan kita, kita punya pekerjaan tetap, kita mempunyai penghasilan tetap, dirumahpun kita memiliki persediaan makanan minimal untuk satu minggu kedepan, tabungan pun kita masih memilikinya, bahkan banyak diantara kita yang memiliki saham dan perusahaan sendiri, tapi tengok kehidupan kita, hampir setiap hari kita dihinggapi perasaan tidak puas dengan pekerjaan dan penghasilan kita, hampir setiap hari kita dijangkiti rasa khawatir kalau persediaan kita habis, hampir setiap hari kita selalu dipusingkan dengan keinginan untuk menambah penghasilan, sehingga ketika pulang sore hari hingga menjelang tidur, mata kita sulit terpejam, sehingga ketika pagi tiba, tubuh dan pikiran kita pun lelah tak karuan, uring-uringan dan lain sebagainya, apa yang kurang pada kita……………?” Kata Ki Bijak.
Maula tertegun, menyadari kebenaran ucapan gurunya, karena ia pun kerap merakan hal yang sama seperti yang diucapkan gurunya, ia kerap merasa bingung meskipun baru sehari yang lalu gajian, ia pun kerap merasa resah meskipun persediaan makanan masih berkecukupan, ia pun kerap merasa khawatir dengan hari esok yang belum pasti dan masih dalam khayalan………..:“Iya ya ki, Apa yang kurang dari kita ………?” Kata Maula setengah bertanya.
“Yang kurang dari kita adalah keimanan dan keyakinan kita terhadap kebenaran janji Allah, bahwa Allah-lah yang menjamin rezeki seluruh mahluk-mahluk-Nya………..” Kata Ki Bijak.
"Nak Mas perhatikan firman Allah berikut” Kata ki Bijak mengutip firman Allah dalam surat Huud:6
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)." .
“Semut yang berada didalam bumi paling bawah, ikan yang berada didasar laut yang paling dalam, beruang yang berada dikutub, kuman yang terkecil sekalipun, gajah dilebatnya hutan sekalipun, dan apalagi kita manusia, tidak ada satupun yang luput dari Allah, dan pasti mereka mendapatkan jatah rezeki dari Allah……..”Kata Ki Bijak.
Apa yang harus kita lakukan agar kita bisa seperti burung-burung yang senantiasa riang, tanpa terlalu dipusingkan oleh urusan dunia yang berlebihan, ki………..’Tanya Maula
“Berlakulah seperti burung-burung itu Nak Mas, yang harus kita miliki Pertama adalah pondasi keimanan yang benar, bahwa Allah-lah yang menjamin rezeki kita, bukan atasan, bukan pula perusahaan, untuk itu jika kita berkerja, bekerja-lah untuk Allah saja, bukan semata demi gaji, bukan semata karena ingin dipuji, lillahita’ala, insya Allah,kita akan lebih rileks dan ringan menjalani kehidupan kita……….” Kata Ki Bijak
"yang kedua, terbanglah” setiap hari untuk menjemput rezeki kita, jangan malas, jangan bermimpin bahwa rezeki datang dari langit, sementara kita hanya berpangku tangan, karena kita masih berada dialam ihtiar, maka sempurnakan ihtiar kita, kemudian serahkan hasil ihtiar kita sepenuhnya kepada Allah …..”
"Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali." Al Mumtahanah : 4
Tag :
Renungan,
Apapun Jalannya, Tetap Putih Pakaiannya
By : Ave RyJudul diatas Gen-Q ambil karena kesulitan menemukan judul yang ‘pas’ buat menggambarkan suasana kajian Bina Tauhid pada hari Sabtu tanggal 6 April kemarin yang bertemakan “RUU Ormas, Upaya Menggusur Islam?”
Kajian yang menghadirkan dua orang besar didalam masing-masing jama’ahnya ini berjalan lancar dan aman terkendali. Pembicara pertama diawali Ust. Arief B. Iskandar yang tidak hanya sudah aktif menulis di berbagai media Islam sejak masa-masa kuliah, menjadi redaktur Al Wa’ie tetapi juga menjadi pimpinan di An-Nahdhah. Terlihat memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, mungkin ini karena jam terbang beliau yang sudah tinggi dalam Hizbut Tahrir Indonesia.
Pancasila, itulah kupasan utama yang menjadi motor gerak bahasan selanjutnya. Dalam paparannya beliau menegaskan bahwa pancasila sejatinya hanya merupakan sekumpulan nilai, bukan ideologi. Karena dunia hanya mengenal tiga ideologi dalam melandasi negaranya, yaitu Islam, Kapitalisme dan Sosialisme. Beliau melanjutkan bahwa pancasila menurut perkembangannya di Indonesia mengalami pergeseran. Pada masa Orde Lama pancasila digunakan oleh Pemerintah ditarik ke ‘kiri’ dan menjadikannya sebagai kekuatan Nasakom. Sedangkan pada masa Orde baru pancasila lebih condong ditarik ke ‘kanan’ oleh Pemerintah dalam melandasi Liberalisme dalam berbagai aspek.
Pada akhirnya beliau mempertanyakan kedudukan pancasila sebagai ketetapan atau sebagai landasan bernegara karena pada prakteknya, Pemerintah sama sekali tidak konsekuen dalam menjalankan amanat pancasila sebagai azas kehidupan bernegara di Indonesia. Sehingga semua pembahasan yang berkaitan dengan undang-undang yang dilandasi ke-pancasila-an merupakan bentuk penyimpangan.
Pembicara kedua dilanjutkan oleh Ust. Aceng Toha A. Qodir yang ternyata pernah satu kelas dengan Ulil Abshar Abdala di LIPIA. Beliau aktif sebagai anggota DPRD Kota Depok, Ketua Baznaz Kota Depok dan Sekretaris Komisi Fatwa dan Perundang-undangan MUI Kota Depok. Dengan senyum yang khas beliau terlihat ‘membumi’, mungkin ini terpengaruh oleh lingkungan yang mengharuskan beliau untuk mengayomi masyarakat dari berbagai unsur.
Diawal pembicaraan beliau tidak langsung menuju ke pokok asal pembahasan, namun mengawal mindset hadirin untuk menjalankan kehidupan bernegara di Indonesia yang sadar atau tidak sadar telah tersekulerkan dengan menerapkan hukum-hukum Islam tanpa menjadikan nama sebagai penghalang. Mewarnai undang-undang dalam kehidupan bernegara, sedikit demi sedikit sebelum tegaknya seluruh hukum atau syari’at Islam di Indonesia.
Beliau memberikan contoh, betapa sikap phobia Islam di masyarakat kita begitu kental. Sebuah nama dapat sangat mempengaruhi kebijakan mereka dalam menentukan sikap. Kata SYARI’AH dalam perekonomian lebih dapat diterima, bahkan sekarang menjadi trend dengan menjamurnya Bank konvesional yang melekatkan kata syari’ah di belakangnya. Padahal ketika masyarakat dihadapkan pada kata SYARI’AT yang sering di dengungkan beberapa organisasi Islam, mereka langsung bergidik ngeri. Apa yang menyebabkan demikian? Padahal akar katanya sama, hanya yang membedakan akhiran dari kata syari’ah menggunakan ta marbuthah. Untuk itu beliau melanjutkan, diperlukan strategi dalam mensikapi hal yang demikian. “Bisa bermain cantik dalam kehidupan bernegara di Indonesia tanpa harus merubah prinsip”.
Dalam mensikapi RUU Ormas beliau banyak mengutip perkataan para pakar yang lebih berkompeten dalam hal tersebut dengan menyebutkan pendapat-pendapat mereka, alasan yang melatar belakangi timbulnya RUU Ormas. Dengan kapasitas beliau sebagai anggota DPRD, beliau menerangkan bagaimana sistemasi terbentuknya sebuah undang-undang, sampai kepada penerapannya di masyarakat yang tidak selalu berjalan sealur seirama oleh pengemban tugas. Banyaknya kepala yang berdiri dibelakang parlemen menyebabkan masing-masing dari mereka dalam menerapkan kebijakan tidak melihat dampak dari undang-undang yang ditetapkan.
Sekilas tampak diskusi berjalan tanpa kesimpulan, membiarkan hadirin dengan pikirannya masing-masing. Sampai ketika pembicara pertama menutup paparan dengan menampilkan slide-slide ragam akidah dan hal-hal yang melingkupinya sebagai bagian penolakan beliau pada RUU Ormas ini, sedangkan pembicara kedua lebih bersikap mendengarkan berbagai keluhan baik dari pembicara pertama maupun dari penanya.
Sebagai pendengar, saya sedikitnya memahami alasan-alasan mengapa kedua pembicara bersikap demikian. Pembicara pertama begitu berapi-api dalam menolak RUU Ormas ini dikarenakan jika RUU Ormas ini disahkan secara apa adanya maka Ormas yang beliau bernaung dibawahnya ini akan tergilas, sebab rumusan pasal 2 dan 3 mengarah pada azas tunggal Pancasila, dan itu hanya salah satunya. Sedangkan pembicara kedua lebih bersikap mendengar karena bentuk dari tempat beliau bernaung sudah tertuangkan dalam bentuk partai politik sehingga RUU Ormas ini tidak mempunyai imbas yang berarti.
Dan hanya sekadar melengkapi informasi yang saya peroleh dari berbagai media online bahwa sikap Fraksi beliau menyatakan dengan tegas menolak azas tunggal.
Seperti dikutip news.detik.com, "Kita masih dalam posisi yang sama, menolak, karena secara prinsip tentang asas kita sudah punya rujukan yakni UU tentang parpol, bukan asas tunggal Pancasila," kata Ketua FPKS DPR Hidayat Nurwahid saat berbincang dan juga menentang klausul tentang pembubaran ormas yang bisa dilakukan pemerintah tanpa putusan hukum. "Kedua, tentang pemberian sanksi, bahwa sanksi perlu diberikan iya tapi melalui mekanisme negara hukum di mana pengadilan itu dikedepankan,". Kamis (4/4/2013).
Sampai hari Sabtu pagi berita yang masuk ke redaksi Gen-Q yang berasal dari metrosiantar.com adalah, azas tunggal Pancasila yang ditolak oleh Fraksi PKS DPR telah dicabut. RUU Ormas dijadwalkan disahkan 12 April 2013 mendatang. “Asas tunggal sudah tidak ada, kita hapus. Kita ingin redaksi di revisi UU Nomor 8 tahun 1985 tentang Ormas memang asas yang sama dengan UU Parpol,” kata Ketua Pansus Revisi UU Ormas, Abdul Malik Haramain, saat berbincang.
Mungkin inilah salah satu alasan pembicara kedua lebih banyak mendengarkan keluhan tentang penolakan RUU Ormas ini, karena sikap beliau pada dasarnya sama, menolak. Dan bukan hanya sekadar menolak, namun penolakan itu dibuktikan juga dengan berhasilnya digagalkan azas tunggal pancasila masuk dalam RUU Ormas ini. Dan sebelum saat berakhirnya diskusi, pembicara pertama sempat berpesan kepada pembicara kedua setelah mengetahui informasi di atas tadi. Beliau berharap agar penolakan Fraksi PKS terhadap klausul yang banyak merugikan umat itu berlanjut sampai ke sidang paripurna.
Tag :
Jadwal Kajian Bina Tauhid,