Archive for 2014-11-02

Bersegera Dalam Kebaikan

By : Ave Ry

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah)
Menangguhkan atau menahan hak seseorang setelah kewajiban dilaksanakan setelah berlalu waktunya walaupun sedikit termasuk bentuk kezhaliman. Termasuk didalamnya mempersulit jalan bagi pekerja untuk memperoleh haknya tersebut.

Terlebih lagi mereka mengemban tanggung jawab nafkah untuk keluarga dan diri mereka sendiri. Penangguhan itu tentu mengantarkan mereka kepada kelaparan, kesulitan, pinjaman dan utang. Sungguh ini merupakan kezhaliman yang besar. 

Maka hendaknya bagi orang-orang yang mempekerjakan mereka senantiasa mengingat hal itu dan membayangkan bila hal itu menimpa mereka. Jika hak mereka ditahan sementara mereka sangat membutuhkan, apa yang akan mereka lakukan? 

Hendaklah mereka takut akan doanya orang yang dizhalimi, karena tidak ada pembatas antara Allah dan doanya orang yang dizhalimi.

"Hendaklah kamu waspada terhadap doa orang yang dizalimi sekalipun dia adalah orang kafir. Maka sesungguhnya tidak ada penghalang diantaranya untuk diterima oleh Allah." (HR Ahmad)

Sebagai ummat Rasulullah, hendaknya seorang Muslim memudahkan urusan Muslim lainnya. Dengan menyegerakan kebaikan bagi mereka, tidak dengan menunda atau mempersulitnya. 

Sebesar apakah keuntungan dengan tidak menyegerakan kebaikan? Jika ada, maka hal itu tidak sebanding dengan keuntungan yang akan diberikan Allah apabila ia menyegerakan kebaikan bagi saudaranya.

“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim)

Apabila kita mengetahui bahwa sebenarnya kita mampu berbuat sesuatu untuk menolong kesulitan orang lain, maka segeralah lakukan, segeralah beri pertolongan. Terlebih lagi bila orang itu telah memintanya kepada kita. Karena pertolongan yang kita berikan, akan sangat berarti bagi orang yang sedang kesulitan. Cobalah bayangkan, bagaimana rasanya apabila kita berada di posisi orang yang meminta pertolongan pada kita. Dan sungguh Allah sangat mencintai orang yang mau memberikan kebahagiaan kepada orang lain dan menghapuskan kesulitan orang lain.

Pada suatu hari Rasululah ditanya oleh sahabat beliau : “Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling dicintai Allah dan apakah perbuatan yang paling dicintai oleh Allah ? Rasulullah menjawab : “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah manusia yang paling banyak bermanfaat dan berguna bagi manusia yang lain; sedangkan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan kepada orang lain atau menghapuskan kesusahan orang lain, atau melunasi hutang orang yang tidak mampu untuk membayarnya, atau memberi makan kepada mereka yang sedang kelaparan dan jika seseorang itu berjalan untuk menolong orang yang sedang kesusahan itu lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjidku ini selama satu bulan ” ( HR Thabrani ). 

Apakah kita akan mengabaikan kesempatan berbuat amal kebaikan dan menghilangkan kesempatan menjadi hamba yang dicintai Allah karena keengganan kita membantu saudara semuslim yang sedang kesulitan? Apa yang membuat kita menjadi enggan memberikan pertolongan, bukankah semua, segala sesuatu yang kita miliki sebenarnya dari Allah, lalu mengapa saat Allah mengirimkan hamba-Nya yang kesulitan datang pada kita, kita berpaling dan tidak menghiraukan?

Kita harus ingat, bahwa kita ini berada dalam pengawasan Allah, jiwa, harta dan segala sesuatu yang kita miliki berada dalam genggaman-Nya. Sebaiknya kita selalu mengusahakan agar dalam hidup, kita tidak mengundang murka dan azab Allah.

”Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman di hari kiamat,” Wahai anak Adam, dulu Aku sakit tetapi engkau tidak menjenguk-Ku.” Manusia bertanya,” Tuhanku, bagaimana kami dapat menjenguk-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan alam semesta?”

Tuhan menjawab,” Tidak tahukah engkau bahwa si fulan sakit, tetapi engkau tidak menjenguknya? Tidak tahukah engkau jika engkau menjenguknya, engkau pasti dapati Aku ada di sisinya.”

Tuhan berfirman lagi,” Wahai anak Adam, dulu Aku minta makan kepada engkau tetapi engkau tidak memberi Aku makan.”

Manusia bertanya,” Tuhanku, bagaimanakah aku dapat memberi-Mu makan sedangkan Engkau adalah Tuhan alam semesta?”

Tuhan menjawab,” Tidak tahukah engkau bahwa hamba-Ku si fulan meminta makan kepadamu dan engkau tidak memberinya makan? Tidak tahukah engkau bahwa jika engkau memberinya makan, engkau pasti dapati ganjarannya ada di sisi-Ku.”

Tuhan befirman,” Wahai anak Adam, dulu Aku minta minum kepadamu dan engkau tidak memberi-Ku minum.”

Manusia bertanya,” Tuhanku, bagaimanakah aku dapat memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan alam semesta?”

Tuhan berfirman,” Hamba-Ku fulan meminta minum padamu dan engkau tidak memberinya minum. Apakah engkau tidak tahu bahwa seandainya engkau berikan ia minum engkau pasti dapati ganjarannya ada di sisi-Ku.” ( HR. Muslim)



Muslimah & Keindahan

By : Ave Ry
 Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan ( HR. Muslim)
Sesungguhnya Allah itu suka melihat nikmat yang Dia berikan kepada hamba-Nya (HR. Muslim)

Di dalam kitab as-Sunan disebutkan satu riwayat dari al-Ahwash al-Jusyami, ia berkata;

“Nabi pernah melihatku memakai pakaian lusuh, lantas beliau bertanya: ‘Bukankah kamu mempunyai harta?’ Aku menjawab: ‘Ya’. Beliau bertanya lagi: ‘Apakah jenis hartamu itu?’ Aku menjawab: ‘Dari jenis unta dan kambing’. Kemudian beliau bersabda: ‘Hendaklah nikmat dan kemulian-Nya kepadamu itu diperlihatkan’.” (HR. Tirmidzi)

Allah senang melihat wujud nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya. Sebab, memperlihatkan nikmat Allah merupakan salah satu keindahan yang dicintai-Nya dan sekaligus bentuk syukur hamba atas nikmat yang diberikan kepadanya.

Syukurnya hamba itu merupakan keindahan bathin. Dengan kata lain, Allah senang melihat keindahan lahir, yaitu wujud nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya, dan keindahan bathin berupa rasa syukur hamba kepada-Nya.

Oleh sebab kecintaan-Nya pada keindahan, Allah menurunkan pakaian dan perhiasan kepada para hamba-Nya untuk memperindah penampilan lahir mereka, serta pakaian taqwa untuk memperindah bathin mereka.

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa, itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al-A’raaf : 26)

Seorang muslim ataupun muslimah yang berhias sesuai ketentuan Islam, maka sesungguhnya telah menegaskan jati dirinya sebagai mukmin ataupun muslim. Mereka telah menampilkan diri sebagai sosok pribadi yang bersahaja dan berwibawa sebagai cermin diri yang konsisten dalam berhias secara syar'i.

Di samping itu dengan dandannya yang telah mendapatkan jaminan halal secara hukum. Sehingga apa yang sudah dilakukan akan menjadi motivasi untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi sesamanya. Tidak menimbulkan keangkuhan dan kesombongan karena dandanan (hiasan) yang dikenakan, karena keangkuhan dan kesombongan merupakan perangkap syaithon yang harus dihindari.

Berhias secara Islami akan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah, maka segala aktivitas berhias yang dilakukan seorang muslim, akan menjadi jalan untuk mendapatkan barokah dan pahala dari al-Kholik. Namun sebaliknya apabila seseorang dalam berhias (berdandan) mengabaikan norma Islam maka segala hal yang dilakukan dalam berdandan, akan menjadi pendorong untuk melakukan kemaksiatan kemungkaran bahkan menjadi sarana memasuki perangkap syaithon yang menyesatkan.

Sejak awal agama Islam telah menanamkan kesadaran akan kewajiban pemeluknya untuk menjaga sopan santun dalam kaitannya dengan berhias ataupun berdandan, dengan cara menentukan bahan, bentukm ukuran dan batasan aurat baik bagi pria ataupun wanita.

Berhias merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan kegiatan berhias atau berdandan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai model menurut fungsi dan momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas diri seseorang.

Dalam Islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa, perhiasan tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berhias, yaitu mempercantik atau memperelok diri dengan dandanan yang baik dan indah. Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat, maka seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah yang baik, bersih dan indah (bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki wilayah berlebihan.

"Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan, minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (Al-A'raf : 31)

Islam mengajak manusia untuk hidup secara wajar, berpakaian secara wajar, berhias secara lazim, jangan kurang dan jangan berlebihan. Karena itu setiap pribadi sepatutnya tidak menyombongkan diri, tidak angkuh, tetapi tetap sederhana dan penuh kebersahajaan sebagai wujud konsistensi terhadap ajaran Islam.


Sumber :
Fawaidul Fawaid, Ibnul Qayyim Al-Jauzziyah
Menjaga Akidah dan Akhlak, Roli Abdul Rahman - M. Khamzah


- Copyright © Al-Ihtisyam - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -