Archive for 2013-03-03

Puisi Hati

By : Ave Ry

Kupikir duniaku akan runtuh tanpamu
Senyap seluruh tawa dan bising ceriaku
Tak terpikir ku goreskan pena, bercerita bahwa kau telah berlalu
Dan penuh terisi hariku oleh sujud syukur karena DIA telah menjagaku

***

Kalau saja cermin dapat berkata-kata, kurasa dia akan bilang, “Hey jelek bosan aku melihatmu meratap”. Dan kalau boleh jujur, aku setuju dengannya. Lihatlah mata cekung, merah membengkak di depan sana dengan rambut kusut masay. Mengerikan!

Hampir saja, ya, hampir saja telephone genggam itu kuraih. Bermaksud untuk menarik kata-kata itu, “Mulai saat ini, kita putus aja”. Tapi entah mengapa jemariku membeku dan hanya terkulai layu menopang dagu.

“Aku nggak ngerti Ai… Kita baik-baik aja kan?”. Kalimat Afra beberapa jam lalu berdengung, menggangguku bak ratusan lebah merobek gendang telinga. Dan kalimat selanjutnya tidak menyisakan secuil ruang untuk kudengar. Yang kutahu saat sepeda motormu melaju, meninggalkan kepulan asap didepan rumah, aku berkata yang tidak mungkin dapat kau dengar, “I love you so much”

***

“Gue bingung sama Lo Ry… Kenapa coba Lo putusin si Afra? Gue nggak pernah lihat lo berdua berantem”. Saat itu Carissa, teman dekat yang menjadi teman curhat paling aman menggelengkan kepala. ‘Memang tidak! Kan kamu tahu sendiri Sa aku tidak suka keributan’. Sungutku dalam hati. “Gue nggak suka dengan ini semua Sa… Membebani bathin dan merusak akal sehat”, “Sok suci…”. Itulah, kalimat terakhir yang kudengar dari seorang teman dekat.

Selanjutnya hari-hari berlalu dengan datar. Kadang keputusan itu menyesakkan nafas meninggalkan jejak yang akan terus membekas. Bersama deru waktu yang tidak pernah berhenti berderap. Terkadang goyah, melesak keluar bersama sejuta tanya, kenapa?

Tanya ku pada jiwa yang mengisi raga ini terjawab. Sampul buku berwarna merah muda dengan judul “Wanita & Harga Diri” tergenggam erat. Buku ini hanyalah buku ‘murahan’, murah karena diperoleh hanya dengan lima ribu rupiah. Tapi tahukah kawan apa yang terukir didalamnya? Pisau tajam yang mengiris-iris kesadaranku.

“ Kesan baik tak mungkin diperoleh wanita-wanita yang tidak menjaga dirinya dari arus pergaulan. Harga diri seorang wanita memang terletak pada sejauh mana ia bisa menjaga muru’ah dalam hidupnya. Namun sayang, masih sedikit sekali wanita yang teguh berpegang pada ajaran Islam. Padahal dengan memegang teguh prinsip ketaatan pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, seorang wanita tidak akan direndahkan, bahkan cenderung dihormati dan dihargai dengan utuh sebagai wanita yang terhormat. “

Beberapa baris kalimat yang mungkin tidak dipahami oleh Carissa atau temanku lainnya. Aku tidak tahu ada apa denganku waktu dulu, yang aku tahu aku merasa tidak nyaman dengan keadaan itu. Terpasung oleh sebuah hubungan tanpa kejelasan akan ikatan yang kokoh. Fitrahku sebagai wanita timbul ke permukaan, menginginkan penghargaan akan sebuah perjanjian yang disaksikan.

.....................................................................................

(Kelanjutannya tunggu saya menang sayembara dulu) ., (^_^)/


Mengikuti :
'Sayembara Menantang Cerita #NikahAtauPutusinDia'
FB : http://www.facebook.com/LukyBRouf , twitter : http://twitter.com/LukyRouf 

Management Emosi Wanita

By : Ave Ry
 

"Dan bergaullah bersama mereka (isteri) dengan cara yang patut (diridhai oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."(QS. An-Nisa:19).

Bila para pakar merasa kesulitan memahami hakekat manusia, seperti yang diungkapkan Dr. Alexis Karel dalam bukunya Man is The Unknown, maka manusia kebanyakan akan lebih sulit memahami jiwa wanita yang aktualisasi emosinya bagaikan gelas kristal, indah namun mudah pecah.

Memahami Wanita

Dalam bahasa Arab wanita sering disebut al-jins al-lathif (jenis yang lembut). Yang dikaitkan dengan dinamika kejiwaan, relung emosional dan perasaannya.

Kondisi emosi yang ‘ khas’ ini merupakan kelebihan sekaligus kekurangan wanita, sehingga kadang wanita sering salah paham dan sulit memahami dirinya sendiri, apalagi mengendalikan dan mengelola emosi secara baik. Padahal kata wanita dalam bahasa Jawa sendiri merupakan kependekan dari wani ditata yang berarti berani ditata atau dikelola.

Sementara itu manusia pada dasarnya sudah merasakan kodrat hidup dan dapat menangkap adanya sesuatu yang menjadi fitrah maupun takdirnya, sebagaimana diungkapkan dalam surat al-Qiyamah: 14. "Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri." Namun banyak manusia lebih suka mencari jati diri diluar dirinya dan cenderung mencari kambing hitam dengan menutupi atau membodohi diri sendiri. Karenanya, Allah mengingatkan manusia untuk melihat kedalam dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat mengelola kekurangan dan kelebihannya secara optimal tanpa upaya manipulasi atau distorsi. Dalam QS. Adz-zariyat:21 Allah berfirman: Dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan?

Menurut Dr. Frederick, tabiat dan keadaan psikis wanita mengalami proses stagnasi. Seandainya wanita tidak memiliki emosi dan kemanjaan anak-anak, sulit baginya menjadi ibu yang baik. Wanita bisa dipahami anak-anak karena perasaannya mengandung sifat kekanak-kanakan. Bahkan, lanjut Dr.Frederick, dalam perkembangannya wanita cenderung bersifat kekanak-kanakan.

Wanita lebih banyak menggunakan praduga, perasaan dan emosi ketimbang rasio. Wanita terkondisikan untuk lebih bersikap pasif daripada bersifat aktif, pun bersikap pasrah daripada bersifat menguasai. Wanita secara kodrati tercipta untuk berada ditengah anak dan suami sehingga ia merupakan titik sentral dalam menjaga keharmonisan anggota keluarga dengan kecenderungan masing-masing.

Maka jika suami mampu memahami isterinya, ia akan mendapat kesenangan dari isteri dalam batas-batas fitrah. Sebaliknya, jika ia tidak mampu memahami isterinya, boleh jadi ia akan menghancurkan keluarganya. Karena itulah Nabi saw lalu mengingatkan suami untuk mendampingi, membimbing dan tidak menjatuhkan hukuman kepada isteri hanya karena suatu sifat jelek karena sesungguhnya ia pun demikian.


Pembelaan Islam pada Wanita

Rahmat Islam menyentuh wanita dan melindunginya dari kesewenangan pria. Islam mengajarkan pemeluknya tentang posisi dan jati diri wanita agar dapat melakukan tugasnya dengan baik. Wanita dituntut menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaannya dengan baik.

Apabila fenomena dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

"Sesungguhnya kaum wanita itu adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Syariat Islam telah mempelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.

Kemampuan memahami dan mengelola emosi merupakan kunci cinta kasih suami istri menuju keluarga sakinah (QS.Ar-Rum:21). Dengannya Allah menumbuhkan cinta suci di hati suami-isteri sehingga mereka terdorong untuk menunaikan hak dan kewajiban masing-masing tanpa paksaan. Nabi saw. pernah mengungkapkan kenangan cintanya pada Khadijah, "aku sungguh telah mendapatkan cinta sucinya." (HR. Muslim).

Agar ‘Gelas kristal’ ini tetap indah dan bening berkilau maka ia harus diperlakukan dengan penuh kelembutan (An-Nisa:19). wajib bagi kaum mukmin untuk mempergauli isteri dengan baik, yaitu menemani hidup dan mempergauli mereka dengan ma’ ruf dan berkenan di hati mereka serta tidak melanggar aturan syariat, tradisi dan kesopanan. Karena itu, mempersempit jatah nafkah, menyakiti fisik dan perasaan pasangan dengan perbuatan dan perkataan, sikap dingin dan masam, semua itu tidak termasuk pergaulan yang ma’ ruf." Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya (keluarganya) dan aku adalah sebaik-baik orang terhadap isteriku (keluargaku)." (HR. Ibnu Majah).

Rumah tangga ditegakkan atas dasar mawaddah (kasih asmara), yakni hubb (cinta kasih). Cinta yang tulus akan memotivasi sikap kooperatif, kompromistis, dan apresiatif. Saling mementingkan pasangan sehingga masing-masing memenuhi hak pasangan melebihi kewajiban, tidak hanya menuntut haknya. Suami-isteri harus bersabar atas kekurangan bahkan kesalahan masing-masing.

Bila kamu tidak menyukai mereka, karena cacat fisik atau watak yang timbul di luar kekuasaannya, kurang sempurna mengatur rumah tangga, atau ada kecenderungan kepada orang lain, maka bersabarlah dan jangan gegabah menjatuhkan keputusan. Jangan tergesa menceraikan mereka, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Manajemen Emosi, Bukan Tidak Punya Perasaan

Manajemen emosi berarti bersabar atas tabiat, keadaan kodrati, bahkan perilaku pasangan, dengan tetap mentarbiah dengan ihsan sehingga membuahkan cinta yang tulus. Kebajikan harus tumbuh dari niat ikhlas agar mendapatkan timbal balik yang tulus. Kebaikan dan kebahagiaan pasangan tidak dijamin dengan nafkah lahir materi. Perlakuan dan sikap simpatik lebih efektif merebut hati pasangan sehingga timbul saling memaklumi kekurangan yang ada. Rasulullah berasabda:

"Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan orang hanya dengan harta kalian, namun kalian akan dapat memuaskan orang dengan tatapan simpatik dan akhlak yang baik."

Keahlian manajemen emosi dapat dilihat pada perilaku dan pola hubungan suami istri pada zaman rasulullah saw. Kejengkelan Aisyah kepada Nabi saw, hanya diekspresikan melalui perubahan gaya bahasa. Nabipun tanggap terhadap ketidaksukaannya serta menyikapi dengan penuh kesabaran.

Suatu hari Rasulullah saw mengatakan kepada Aisyah ra, "saya sangat mengenal, jika kamu sedang suka padaku maupun jika kamu sedang jengkel." Lalu Aisyah bertanya, "bagaimana engkau dapat mengetahuinya?" beliau menjawab, "jika kamu sedang suka, maka kamu menyatakan (dalam sumpah) ‘ tidak, demi Rabb Muhammad’ , namun jika kamu sedang jengkel, menyatakan, ‘ tidak, demi Rabb Ibrahim’  (HR. Muslim).

Itulah kelebihan Aisyah dalam mengelola emosi sehingga tidak melanggar norma kesopanan dan mengganggu keharmonisan keluarga.

Manajemen emosi bukan mematikan atau membekukan perasaan. Wanita harus bersikap ekspresif, komunikatif dan proaktif, baik terhadap suami maupun keluarga sehingga terbangun komunikasi yang sehat. Disinilah diperlukan kearifan wanita untuk tidak memancing ego dan emosi suami. Agar ia tidak sampai menggunakan kekerasan akibat kemarahannya.

Pribadi yang shalihah dapat mengelola emosi menjadi potensi yang membangun bukan merusak, mengokohkan bukan merobohkan serta mudah toleransi atau memaafkan orang lain. Sifat ini merupakan salah satu kunci kebahagiaan, kebaikan dan kelestarian rumah tangga.

"Dan orang-orang yang menahan amarah (emosi)nya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran:134).


Source :
1. DR. H. Setiawan Budiutomo (Dewan Syariah Nasional MUI)
2. Hayatuna al Jinsiyah
3. Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al Qalbu
4. Tafsir Al Manar

Tag : , ,

- Copyright © Al-Ihtisyam - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -