Archive for 2011-10-02

Tak Sesederhana Kata “Air”

By : Ave Ry

Alhamdulillah syukur kepada Allah yang telah mencurahkan segala nikmatnya kepada kita, termasuk nikmat air. 

Air memang tampak sederhana, sesederhana kata ‘air’ itu sendiri. Namun ketidakberdayaan makhluk hidup tanpa air semestinya membuat kita berpikir ulang: benarkah air adalah sekedar cairan bening yang biasa saja? Jawabannya sudah pasti: Tidak. Meskipun seringkali kita abaikan dan tak pernah menjadi bahan pemikiran serius, air ternyata menyimpan segudang informasi yang sungguh penting. Dengan memiliki pengetahuan inilah kita akan tahu betapa air, molekul yang hanya tersusun atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, adalah cairan yang luar biasa. Terlalu banyak keistimewaan air yang mustahil dapat dijelaskan secara panjang lebar.
Kekeringan atau banjir adalah dua bencana akibat air yang sangat kurang atau terlalu berlimpah. Ini adalah isyarat penting betapa air tidak sekedar diciptakan begitu saja. Namun air juga harus ada dalam jumlahnya yang seimbang agar kehidupan di bumi dapat berlangsung dengan baik.

Muslimah-Muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini?

By : Ave Ry
Di masa Rasulullah Saw, sosok-sosok wanita muslimah yang berjuang gigih mendakwahkan agama Allah banyak dijumpai. Bahkan, sejarah Islam mencatat bahwa sosok yang pertama kali menyambut dakwah Islam adalah seorang wanita, yaitu Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah Saw. Selain Khadijah Ra masih banyak wanita-wanita Islam yang namanya abadi. Di antara mereka ada Aisyah Ra, Ummu Sulaim, Nusaibah, Sumayyah, Asma binti Abu Bakar, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Fathimah binti Khatab dan masih banyak wanita lain yang memegang peranan penting dalam perintisan dakwah Rasulullah Saw.

Tag : ,

Eskatologi Islam

By : Ave Ry
Eskatologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan setelah mati dialam akhirat dan al-Qiyāmah "Pengadilan Terakhir". Eskatologi sangat berhubungan dengan salah satu aqidah Islam, yaitu meyakini adanya hari akhir, kematian, kebangkitan (Yawm al-Qiyāmah), mahsyar, pengadilan akhir, surga, neraka, dan keputusan seluruh nasib umat manusia dan lainnya.

Tag : ,

Keunggulan Islam

By : Ave Ry




Shirathalladzina an'amta 'alaihim ghairilmaghdhubi'alaihim waladhdhalin

"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) merela yang sesat." (1: 7).

Firman-Nya, "Shirathalladzina an'amta 'alaihim" (Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka) adalah sebagai tafsir dari firman-Nya, jalan yang lurus. Dan merupakan badal (kata benda) menurut para ahli nahwu dan boleh pula sebagai athaf bayan(kata benda yang mengikuti kata benda sebelumnya),


Orang orang yang diberikan nikmat oleh Allah SWT itu adalah orang-orang yang tersebut dalam surat An-Nisa', Dia berfirman, "Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqun, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui." (An-Nisa': 69 -- 70).

Dan, firman-Nya, "ghairilmaghdhubi'alaihim waladhdhalin" (bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat). Jumhur ulama membaca "ghairi" dengan memberikan kasrah pada hurup ra', yang kedudukannya sebagai naat (sifat). Az-Zamakhsyari mengatakan, dibaca juga dengan memakai harakat fathah di atasnya, yang menunjukkan haal (keadaan). Itu adalah bacaan Rasulullah saw, Umat bin Khaththab, dan riwayat dari Ibnu Katsir. Dzul haal adalah dhamir dalam kata "'alaihim", sedangkan 'amil ialah lafaz "an'amta".

Artinya, tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepadanya. Yaitu, mereka yang memperoleh hidayah, istiqamah, dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Bukannya jalan orang-orang yang mendapat murka, yang kehendak mereka telah rusak, sehingga meskipun mereka telah mengetahui kebenaran, namun menyimpang darinya. Bukan juga jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, sehingga mereka berada dalam kesesatan serta tidak mendapatkan jalan menuju kebenaran.

Pembicaraan di sini dipertegas dengan kata "la" (bukan), guna menunjukkan bahwa di sana terdapat dua jalan yang rusak, yaitu jalan orang-orang Yahudi dan jalan orang-orang Nasrani. Juga untuk membedakan antara kedua jalan itu agar setiap orang menjauhkan diri darinya.

Jalan orang-orang ayang beriman itu mencakup pengetahuan akan kebenaran dan pengamalannya, sementara itu orng-orang Yahudi tidak memiliki amal, sedangkan orang-orang Nasrani tidak memiliki ilmu (agama). Oleh karena itu, kemurkaan bagi orang-orang Yahudi, sedangkan kesesatan bagi orang-orang Nasrani. Karena orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkannya itu berhak mendapatkan kemurkaan, berbeda dengan orang yang tidak memiliki ilmu.

Sedang orang Nasrani ketika hendak menuju kepada sesuatu, mereka tidak memperoleh petunjuk kepada jalannya, hal itu karena mereka tidak menempuhnya melalui jalan yang sebenarnya, yaitu mengikuti kebenaran, maka mereka pun masing-masing tersesat. Orang Yahudi dan Nasrani adalah sesat dan mendapat murka. Namun, sifat Yahudi yang paling khusus adalah mendapat kemurkaan, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala mengenai diri mereka (orang-orang Yahudi), "Yaitu orang-orang yang dilaknat dan dimurkai Allah." (Al-Maidah: 60).

Adapun sifat Nasrani yang paling khusus adalah kesesatan, sebagaimana firman-Nya mengenai ihwal mereka, "Orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad saw) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia, dan mereka tersesat dari jalan lurus." (Al-Maidah: 77).
Masalah ini banyak disebutkan dalam hadis dan atsar, dan hal itu cukup jelas.

Catatan:
1. Surat yang terdiri dari tujuh ayat ini mengandung pujian, pemuliaan, dan pengagungan kepada Allah SWT melalui penyebutan asmaul husna milik-Nya, disertai adanya sifat-sifat yang maha sempurna. Jug mencakup penyebutan tempat kembali manusia, yaitu hari pembalasan. Selain itu berisi bimbingan kepada para hamba-Nya agar mereka memohon dan tunduk kepada-Nya serta melepaskan upaya dan kekuatan diri mereka untuk selanjutnya secara tulus ikhlas mengabdi kepada-Nya, meng-Esakan dan menyucikan-Nya dari sekutu atau tandingan. Juga berisi bimbingan agar mereka memohon petunjuk kepada-Nya ke jalan yang lurus, yaitu agama yng benar serta menetapkan mereka pada jalan tersebut, sehingga ditetapkan bagi mereka untuk menyeberangi jalan yan tampak konkret pada hari kiamat kelak menuju ke surga di sisi para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh.

Surat Al-Fatihah ini juga mengandung targhib (anjuran) untuk mengerjakan amal saleh agar mereka dapat bergabung bersama-sama dengan orang yang beramal saleh pada hari kiamat kelak. Serta, mengingatkan agar mereka tidak menempuh jalan kebatilan supaya mereka tidak digiring bersama penempuh jalan tersebut pada hari kiamat, yaitu mereka yang dimurkai dan tersesat.

2. Seusai membaca Al-Fatihah dusunnahkan bagi seseorang untuk mengucapkan amin. Seperti ucapan yasin. Boleh juga mengucapkan amin dengan alif dibaca pendek, artinya adalah "ya Allah kabulkanlah". Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, dari Wail bin Hujur, katanya aku pernah mendengar Nabi saw membaca, "Ghairilmaghdhubi'alaihim waladhdhalin", lalu beliau mengucapkan, "Amin" dengan memanjangkan suaranya.

Adapun menurut riwayat Abu Dawud, dan beliau mengangkat suaranya. At-Tirmidzi mengatakan, hadis ini hasan. Hadis ini diriwayatkan juga dari Ali, Ibnu Mas'ud, dan lain-lainnya.
Dari Abu Hurairah, katanya, apabila Rasulullah saw membaca, "Ghairilmaghdhubi'alaihim waladhdhalin", mak beliau mengucapkan, "Amin." Sehigga, terdengar oleh orang-orang yang di belakangnya pada barisan pertama. Hadis riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Ibnu Majah menambahkan pada hadis tersebut dengan kalimat, "Sehingga masjid bergetar karenanya." Serta (hadis ini pun diriwayatkan oleh) ad-Daruquthni, ia mengatakan, hadis ini berisnad hasan.

Sahabat kami dan lain-lainnya mengatakan, "Disunnahkan juga mengucapkan 'amin' bagi orang yang membacanya di luar salat. Dan lebih ditekankan bagi orang yang mengerjakan salat, baik ketika munfarid (sendiri) maupun sebagai imam atau makmum, serta dalam keadaan apa pun, berdasarkan hadis dalam kitab sahih al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasuullah saw bersabda, "Jika seorang imam mengucapkan amin, mak ucapkanlah amin, sesungguhnya barangsiapa yang ucapan aminnya bertepatan dengan aminnya malaikat, maka akan diberikan ampunan baginya atas dosa-dosanya yang telah lalu."
Menurut riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian mengucapkan amin di dalam salat, dan malaikat di langit juga mengucapkan amin, lalu masing-masing ucapan amin dari keduanya saling bertepatan, maka akan diberikan amunan baginya atas dosa-dosanya yang telah lalu."

Ada yang mengatakan, artinya, barangsiapa yang waktu mengucapkan aminnya bersamaan dengan amin yang diucapkan malaikat. Ada juga yang berpendapat bahwa maksudnya, bersamaan dalam pengucpannya. Dan ada yang berpendapat, kebersamaan itu dalam ha keikhlasan.
Dalam sahih Muslim diriwayatkan hadis marfu' dari Abu Musa, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Jika seorang imam telah membacakan waladh dhallin, maka ucapkan, 'Amin'. Niscaya Allah mengabulkan permohonan kalian."
Mayoritas ulama mengatakan bahwa makna amin itu adalah ya Allah perkenankanlah untuk kami.
Para sahabat Imam Malik berpendapat, seorang imam tidak perlu mengucapkan amin, cukup makmum saja yang mengucapkannya. Berdasarkan pada hadis riwayat Imam Malik dari Sami, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahw Rasulullah saw pernah bersabda, "Jika seorang imam telah membaca waladh dhallin, maka ucapkan, 'Amin'."

Mereka juga menggunakan hadis dari Abu Musa a-Asy'ari yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah sw bersabda, "Jika ia telah membaca waladh dhallin, maka ucapkan, 'Amin'."
Dan kami kemukakan di atas dalam hadis dalam muttafaq 'alaih, "Jika seorang imam telah mengucapkan, 'Amin', maka ucapkanlah, 'Amin'."
Dan Rasulullah saw sendiri mengucapkan amin ketika beliau selesai membaca ghairilmaghdhubi'alaihim waladhdhalin.

Para sahabat kami telah berbeda pendapat mengenai jahr (suara keras) bagi makmum dalam mengucapkan amin dalam jahrnya. Kesimpulan perbedaan pendapat itu, bahwa jika seorang imam lupa mengucapkan amin, maka makmum harus serempak mengucapkannya dengan suara keras. Dan jika sang imam telah mengucapkannya dengan suara keras, (menurut) pendapat yang baru menyatakan bahwa para makmum tidak mengucapkannya dengan suara keras.

(Pendapat) yang terakhir ini juga merupakan pendapat Abu Hanifah dan sebuah riwayat dari Imam Malik, karena amin itu merupakan salah satu bentuk zikir sehingga tidak perlu dikeraskan sebagaimana halnya zikir-zikir salat lainnya. Sedangkan pendapat yang lama menyatakan bahwa para makmum juga perlu mengucapkannya dengan suara keras. Hal itu merupakan pendapat Imam Ahmad dan Hanbal dan sebuah riwayat yang lain dari Imam Malik seperti yang telah disebutkan di atas, berdasarkan hadis, "Sehingga masjid bergetar (karenanya)."
Sumber: Terjemahan Lubabut Tafsir Min Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir), Tim Pustaka Imam as-Syafi'i

Tag : ,

Mengenal Islam

By : Ave Ry

Islam merupakan perwujudan aturan hidup yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada manusia. Oleh karena itu Islam disebut juga Diinullah. Diin memiliki makna yang berbeda dari agama (milah). Islam memiliki ciri dan sifat tertentu yang menggambarkan kehidupan manusia secara keseluruhan.

Pemahaman Islam yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya adalah Islam, menyeluruh, lengkap dan sempurna berdasarkan Al Qur’an dan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Islam merupakan agama para Nabi mulai dari Adam AS sampai Nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW.

Islam memiliki beberapa makna yang menggambarkan sifat Islam itu sendiri, antara lain : Islam Diil Al-Anbiya Wal Mursalin, Islam Minhajul Hayah (pedoman hidup), Ahkamullah fi kitabihi wa sunnah rasulihi (hukum Allah yang ada dalam Al-Qur’an dan As Sunnah), Ash-shirath al mustaqim (jalan yang lurus) dan Salamah dunia wal akhirat (selamat dunia dan akhirat).

Diharapkan setelah memahami Islam secara menyeluruh kita dapat memperbaiki amal ibadah kita di dunia sebagai wujud pelaksanaan tujuan kita diciptakan di bumi ini, QS. Adzariyat (51) : 56

Makna Islam

1.      Secara bahasa Islam berarti :

1)      Al Wajh (menundukan wajah), QS. An Nisaa’ (4) : 125
2)      Al Istislam (berserah diri), QS. Ali Imran (3) : 83
3)      As Salaamah (suci, bersih), QS. As Syuara (26) : 89
4)      As Salaam (selamat/sejahtera), QS. Al An’am (6) : 54
5)      As Salm (perdamaian), QS. Muhammad (47) : 35

2.      Secara istilah Islam berarti :

 Islam dalam Al-Qur’an disebut Ad Diin mengandung arti sistem kehidupan yang menyeluruh termasuk ibadah, kemasyarakatan, politik dan jihad. Islam mencakup keseluruhan hidup. Islam secara lengkap menyediakan keperluan manusia untuk mengatur kehidupan oleh karena itu Islam itu tinggi dan tiada yang menandinginya, QS. Ali Imran (3) : 19

 Islam bagaikan sebuah bangunan yang sempurna dengan pondasi aqidah yang kuat dan sendi tiang berupa ibadah kepada Allah dan diperindah dengan akhlak yang mulia. Peraturan dalam syariat Allah adalah yang memperkuat bangunan tersebut, manakala da’wah dan jihad merupakan pagar-pagar yang menjaga dari kerusakan musuh-musuh Islam. Islam juga memperhatikan suatu keseimbangan dimana Islam sebagai diin tidak hanya mengejar kepentingan akhirat tapi juga kepentingan dunia. Islam menggambarkan suatu keutuhan dan kesatuan dengan berbagai aspek kesempurnaan. Dengan demikian Islam adalah agama yang komprehensif yang mengatur semua yang ada di alam agar kembali kepada hukum Allah, pencipta alam ini.

Kesempurnaan Islam 

Setiap muslim diperintah oleh Allah SWT untuk masuk dan memeluk Islam secara keseluruhan agar kita memahami bahwa Islam itu sempurna maka kita pertama-tama harus menyadari dan memahami bahwa Islam itu sempurna dilihat dari berbagai aspek, yaitu :

a.       Syumuliyatuz Zaman
Islam sebagai aturan hidup sepanjang masa menunjukkan bahwa Islam diperuntukkan kepada semua alam semesta tidak terkecuali. Manusia sebagai khalifah bertugas menjaga, membangun dan memelihara melalui penutup nabi yaitu Muhammad SAW, beliau membawa risalah yang sama dengan nabi Adam AS sebagai khatam al anbiya (penutup nabi) maka seluruh risalah yang dibawa para nabi sebelumnya dilengkapi dan disempurnakan sehingga berlaku bagi seluruh manusia, tidak hanya untuk umat Rasulullah SAW pada saat itu saja, namun berlaku hingga akhir jaman, QS. As Saba (34) : 28

b.      Syumuliyah Al Minhaj (kesempurnaan Pedoman)
Islam sebagai minhaj yang sempurna didasari kepada asas Aqidah, dibina dari akhlak dan ibadah kemudian didukung oleh da’wah dan jihad. Asas dari Islam adalah aqidah. Tanpa aqidah maka tidak akan kuat bangunan Islam karena ibarat rumah aqidah adalah pondasinya, kekuatan rumah dan bangunan dipengaruhi oleh kekuatan pondasi itu sendiri.  

Pada sebuah rumah bila aqidah diibaratkan sebagai pondasinya maka akhlaq dan ibadah sebagai bangunan yang akan mengokohkan dengan membentuk bagaimana rupa rumah tersebut, semakin bagus ibadah dan akhlaknya semakin bagus bentuk dan rupa rumah tersebut. untuk memperindah rumah tersebut perlu ada hiasan di rumah tersebut dengan da’wah dan jihad melalui dukungan da’wah dan jihad, maka pondasi tetap kuat dan kukuh, bangunan terpelihara dengan baik, hiasan rumah yang utama adalah atapnya dengan atap maka rumah yang dibangun akan berfungsi dengan baik. Tanpa atap, sebagus apapun bentuk bangunannya tidak akan dapat berfungsi dengan baik, QS. Ali Imran (5) : 104

c.       Syumuliyah Al Makan
Seluruh tempat di muka bumi ini adalah tempat yang sesuai dengan Islam. Demikian pula siapa pun orangnya dan darimana pun asalnya, tetap di bawah naungan Islam. Semua itu diciptakan oleh Allah. Karena hanya Allah penciptanya maka seluruh makhluk dan alam dimana pun sama, sama-sama diciptakan Allah sehingga Islam yang dijadikan sebagai pedoman hidup maka Islam berlaku bagi seluruh makhluknya dimana pun mereka berada. QS. Al Baqarah (2) : 163-164.

Sistem yang terkandung dalam Islam

Sebagai sebuah pedoman hidup bagi umat manusia dulu, kini dan yang kan datang, Islam memiliki kesempurnaan sehingga fleksibel di segala jaman dan lengkap sehingga dapat dipergunakan di segala jaman pula, diantara sistem yang terkandung di dalam Islam ialah:
1.      Islam Sebagai Akhlaq

Islam sebagai diin tidak hanya berisi tentang cara peribadatan namun Islam mempunyai sistem akhlaq yang membedakannya dengan sistem moral/tingkah laku buatan manusia. Akhlaq Islam adalah akhlaq yang berpandukan kepada Al Qur’an. Islam mengajarkan hubungan Allah sebagai khalik dan manusia sebagai makhluk. Maksudnya, akhlaq adalah tingkah laku makhluk yang diridhai Khalik.

Sistem akhlaq dalam pandangan Islam mencakup seluruh kehidupan alam dan manusia dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip dasar alam dan manusia. Manhaj yang bersesuaian dengan tashawur umum ini bersumber dari Allah SWT, oleh karena itu Islam dapat melahirkan perilaku amal saleh dan akhlaq yang mulia. Namun amat disayangkan hal yang tragis terjadi sekarang adalah seorang muslim bekerjasama dengan orang yang memusuhi Islam dan mengesampingkan kaum muslimin karena terikat oleh satu ide atau ikatan.

Hal ini terjadi karena aqidah mu’min belum mantap di hati mu’min tersebut. ia belum pernah mendapat pendidikan Islam yang benar dan belum mendapat kesempatan hidup di lingkungan Islami yang membudayakan akhlaq Islami, berarti ia masih memiliki hati nurani dan fitrah yang benar.Secara umum bentuk-bentuk akhlaq itu dibagi menjadi lima, yaitu:
1)      Akhlaq kepada Allah, QS. Al Baqarah (2) : 186
2)      Akhlaq kepada Rasul, QS. An Nisaa’ (4) : 80
3)      Akhlaq kepada diri sendiri, QS. Al Baqarah (2) : 43-44
4)      Akhlaq kepada sesama, QS. Al Baqarah (2) : 83
5)      Akhlaq kepada alam, QS. Al Baqarah (2) : 30

Dengan kelima akhlaq di atas, maka seorang mu’min akan meninggalkan perbuatan tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan mulia.

2.      Islam Sebagai Pedoman Hidup

1)      Konsep keyakinan, QS. Al baqarah (2) : 255
2)      Konsep moral (akhlaq), QS. Al A’raf (7) : 96
3)      Konsep tingkah laku, QS. Al Baqarah (2) : 138
4)      Syu’ur (perasaan), QS. Ar Rum (30) : 30
5)      Konsep pendidikan (tarbawi), QS. Al Baqarah (2) : 151, Hadits “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga akhir hayat” (HR. Muslim)
6)      Konsep sosial (ijtima’i), QS. Ar Rum (30) : 22, An Nur (24) : 2-10
7)      Konsep politik (as siyasi), QS. Yusuf (12) : 40
8)      Konsep ekonomi (Iqtishadi), QS. Al Baqarah (2) : 275-276
9)      Konsep kemiliteran (Al Asykaari), QS. Al Anfaal (8) : 60
10)  Konsep hukum/peradilan (Al Jinaa’i), QS. An Nisaa’ (4) : 65   


Tag : ,

- Copyright © Al-Ihtisyam - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -