- Back to Home »
- Tafsir Qur'an Maudhu'i »
- Siapa Orang Yang Terbaik Agamanya
Posted by : Ave Ry
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
( Qs An-Nisaa’ : 125 )
Ayat ini menerangkan bahwa tidak ada seorangpun yang lebih baik agamanya dari orang yang memurnikan ketaatan dan ketundukannya hanya pada Allah saja, ia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa ada tiga macam ukuran yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan ketinggian suatu agama dan keadaan pemeluknya, yaitu agama yang memerintahkan:
1. Menyerahkan wajahnya kepada Allah SWT
2. Mengerjakan kebaikan dan
3. Mengikuti agama Ibrahim yang hanif (lurus)
Menarik mengapa Allah SWT menggunakan kata ‘wajjah’, menurut ilmu balaghah yaitu kata tersebut adalah kata yang dimaksud sebagian tetapi yang dimaksud keseluruhannya; menunjukkan kepasrahan total kepada Allah SWT lahir dan bathin.
Penggunaan kata ‘wajjah’ bermaksud menggambarkan jiwa atau hati, karena jika wajah telah diserahkan kepada Allah SWT maka bagian yang lain tidak dapat diserahkan kepada selain Allah SWT, ketika wajah telah diserahkan maka pikiran atau intelektualitas kita serahkan pada Allah SWT juga.
Seseorang dikatakan menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, jika ia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya serta seluruh kehidupannya kepada Allah karena menginsafi kekuasaan Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap dirinya dan seluruh alam ini. Karena itu ia hanya berdoa memohon, meminta pertolongan dan merasa dirinya terikat hanya kepada Allah saja. Ia langsung berhubungan dengan Allah SWT tanpa ada sesuatupun yang menghalanginya. Untuk mencapai yang demikian seseorang harus mengetahui dan mempelajari; Sunah Rasul dan Sunnatullah yang berlaku di alam ini, Kemudian diamalkannya karena semata-mata mencari keridaan Allah.
Jika seseorang benar-benar menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, maka ia akan melihat dan merasakan sesuatu di waktu melaksanakan ibadahnya, sebagaimana yang dilukiskan Rasulullah saw.:
Jibril bertanya (kepada Rasulullah): "Apakah ihsan itu?" Rasulullah saw menjawab: "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau"
(H.R. Jamaah perawi Hadis)
Jibril bertanya (kepada Rasulullah): "Apakah ihsan itu?" Rasulullah saw menjawab: "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau"
(H.R. Jamaah perawi Hadis)
Mengerjakan kebaikan adalah manifestasi dari pada berserah diri kepada Allah SWT. Makin sempurna penyerahan diri itu, makin baik dan sempurna pula amal yang dikerjakannya. Ia mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Di samping mengerjakan yang wajib-wajib, ia ingin pula melengkapi dengan yang sunah dengan sempurna, sesuai dengan kesanggupannya.
Mengerjakan kebaikan atau beramal sholeh haruslah secara ikhlas. Kata ‘Aslama Wajhahu Lillah’ menurut Ibnu Katsir yaitu beramala secara ikhlas dimana pengertian ikhlas menurt beliau adalah bersih tidak terkena campuran apapun, perbuatan yang dilakukan murni
Menurut syara’ yaitu menurnikan tujuan dalam beribadah kepada Allah SWT dari segala campuran yang mengotorinya atau membuat celah dan noda dalam ibadah itu ( Imam Al-Ghazali )
Tujuannya harus bebas dari pada riya’( http://al-ihtisyam.blogspot.com/2011/11/riya.html ), sombong, mengharap pujian dari selain Allah SWT maka perbuatan semacam itu sudah keluar dari pada Ikhlas.
Mengikuti agama Ibrahim yang hanif maksudnya ialah mengikuti agama Ibrahim yang lurus yang percaya kepada keesaan Allah, yaitu kepercayaan yang benar dan lurus.
Allah SWT berfirman:
Allah SWT berfirman:
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku". Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya, supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.
(Q.S. Az Zukhruf: 26-28)
(Q.S. Az Zukhruf: 26-28)
Sekalipun ayat ini memihak agar mengikuti agama Ibrahim, bukanlah berarti bahwa Ibrahimlah yang pertama kali membawa kepercayaan tauhid, sedang agama yang di bawa oleh para nabi sebelumnya tidak berasaskan tauhid. Maksud perintah mengikuti agama Nabi Ibrahim ialah untuk menarik perhatian bangsa Arab, sebagai bangsa yang pertama kali menerima seruan Agama Islam. Ibrahim as dan Ismail adalah nenek moyang bangsa Arab.
Dalam terjemahan Al-Qur’an berbahasa Indonesia terdapat hanya satu kata ‘agama’ untuk kata ‘Diin ‘ dan ‘Millah’ padahal apabila merunut pada bahasa aslinya yaitu bahasa arab terdapat banyak perbedaan walaupun terdapat beberapa kesamaan
Dalam bahasa arab kata yang lazim digunakan untuk menyebut apa yang dalam bahasa kita dinamakan agama adalah “al-dīn”. Al-Qur'an menggunakan kata dīn untuk menyebut semua jenis agama dan kepercayaan kepada tuhan
Makna semantik atau lughawi kata tersebut dalam berbagai kamus bahasa arab. Kata dīn adalah bentuk masdar dari kata kerja dāna-yadīnu yang memiliki banyak makna, antara lain sebagai berikut:
- ketaatan dan kemaksiatan
- kemuliaan dan kehinaan
- paksaan dan kemenangan
- kesalehan
- perhitungan
- pembalasan
- putusan
- kekuasaan
- pengaturan atau pengurusan
- tingkah laku
- adat atau kebiasaan
- kepercayaan
- perkara atau urusan
- kepercayaan
- tauhid
- ibadah
- millah dan madzhab
- nama bagi semua apa yang dijadikan sarana untuk menyembah Allah
Asal kata millah adalah amlaltul kitab artinya saya mendiktekan kitab, Abu Ishaq berkata, millah menurut bahasa adalah sunnah dan jalan. Secara istilah millah itu juga dimaksudkan sebagai syariat dan dīn. Muhammad Rasyid Ridha mendefinisikan dīn dengan himpunan beban syara’ yang menjadi sarana bagi hamba untuk beribadah kepada Allah; maka dalam pengertian ini, dīn juga bermakna Millah dan syara’. Ibn Mandhur berkata bahwa Millah adalah syri’at dan din. Dikatakan pula bahwa Millah adalah agama besar dan totalitas apa yang dibawa oleh para rosul.
Namun millah bisa dibedakan dengan dīn, baik dari segi makna maupun penggunaan lafalnya, sebagai berikut:
1) Dari segi makna, para ulama berkata: Apa yang dibebankan Allah kepada hamba-hamba-Nya dinamakan syara’ jika dilihat dari segi peletakan dan penjelasannya (sebagai undang-undang dan penjelasan), dinamakan dīn apabila dilihat dari segi adanya ketundukan dan kepatuhan kepada pembuat syara’, dan dinamakan millah apabila dilihat dari segi berupa himpunan taklif.
2) Dari segi penerapan kata, dibedakan bahwa kata millah tidak dirangkaikan kecuali kepada para nabi dan kepada lafal yang bermakna jama’, seperti millatu Ibrahim dan Millata Aba’i. hampir tidak bisa ditemukan millah yang dirangkaikan pada Allah atau individu. Oleh karenanya, tidak bisa dikatakan, misalnya, Millah Allah, Millati, dan Millatu Zaid. Adapun kata dīn bisa dirangkaikan kepada semua itu, seperti, dīn Allah, dīnī dan dīnukum
Kata al din dan al millah adalah lafadz yang bersinonim walaupun tidak sama persis. Jumlah kata dan makna kedua kata tersebut adalah :
Kata al din disebutkan sebanyak 92 kali dalam al-Qur`an yang terdapat dalam 82 ayat. Adapun makna kata al din dalam al-Qur`an adalah perhitungan (al hisab), pembangkitan (al ba`ts), pembalasan (al jazak), ketetapan (al qodlok), ganjaran (al tsawab), siksaan (al iqob), ibadah, doa, tauhid, ketaatan, agama, dan hukum.
Kata al millah disebut dalam al-Quran sebanyak 10 kali dan mempunyai makna agama serta syariat.
Kata al din disebutkan sebanyak 92 kali dalam al-Qur`an yang terdapat dalam 82 ayat. Adapun makna kata al din dalam al-Qur`an adalah perhitungan (al hisab), pembangkitan (al ba`ts), pembalasan (al jazak), ketetapan (al qodlok), ganjaran (al tsawab), siksaan (al iqob), ibadah, doa, tauhid, ketaatan, agama, dan hukum.
Kata al millah disebut dalam al-Quran sebanyak 10 kali dan mempunyai makna agama serta syariat.
Bangsa Arab waktu itu amat senang mendengar perkataan yang menjelaskan bahwa mereka adalah pengikut agama Nabi Ibrahim, sekalipun mereka telah menjadi penyembah berhala. Dengan menghubungkan agama yang di bawa Nabi Muhammad saw, dengan agama yang di bawa Nabi Ibrahim akan menarik hati dan menyadarkan bangsa Arab bahwa selama ini mereka telah mengikuti jalan yang sesat.
Allah SWT berfirman:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nabi Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa.
(Q.S. Asy Syura: 13)
Allah SWT berfirman:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nabi Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa.
(Q.S. Asy Syura: 13)
Dari ayat ini dipahami bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad bukan saja sesuai dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim as., tetapi juga berhubungan dan seasas dengan agama yang dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi Isa yang diutus sesudah Nabi Ibrahim. Demikian pula Agama Islam berhubungan dan seasas dengan agama yang dibawa oleh nabi-nabi Allah yang dahulu.
Perintah mengikuti agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim di sini adalah karena kehidupan Ibrahim dan putranya Ismail dapat dijadikan suri teladan yang baik serta mengingatkan kepada pengorbanan yang telah dilakukannya dalam menyiarkan agama Allah. Hal ini dapat pula dijadikan iktibar oleh kaum Muslimin dalam menghadapi orang-orang kafir yang selalu berusaha menghancurkan Islam dan kaum Muslimin.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan bahwa Ibrahim as. telah menjadi kesayangan-Nya, karena kekuatan iman, ketinggian budi pekertinya dan keikhlasan serta pengorbanannya dalam menegakkan Agama Allah. Seakan-akan Allah SWT, menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti jejak dan langkah Nabi Ibrahim dan hal ini nampak dalam tingkah laku dan budi pekertinya berhak menamakan dirinya sebagai pengikut Ibrahim. Bukan seperti orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik Mekah yang mengaku sebagai pengikut Nabi Ibrahim, tetapi mereka tidak mengikuti agama yang dibawanya dan tidak pula mencontoh budi pekertinya.
Sumber :
- Tafsir Maudhu'i Ust. Yahsholah Mansur ( Radio Silaturahim )
- http://abuthalib.wordpress.com/2010/01/01/din-al-islam-analisis-perspektif-hadits-tematis/
- http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/03/makna-simantik-din.htmlSumber :
- Tafsir Maudhu'i Ust. Yahsholah Mansur ( Radio Silaturahim )
- http://abuthalib.wordpress.com/2010/01/01/din-al-islam-analisis-perspektif-hadits-tematis/
- http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?pageno=7&SuratKe=4#125
Allahuakbar..pnjg entry ni...sy baca point2 penting..alhmdulillah dpt mnfaat....tnpa ikhlas, segala amalan yg dibuat hnyalah umpama debu yg brterbangan di akhirat kelak...tiada nilai di sisi Allah...: Trust To ALLAH
BalasHapusSudah di edit berkali2... teteup aja panjang! namanya juga Tafsir Qur'an, Insya Allah manfa'at., Syukron katsir ^^
BalasHapus