Posted by : Ave Ry



Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan bahwa jalan untuk mengenal Allah Swt. adalah dengan mengagumi makhluk-Nya, keunikan-keunikan ciptaan-Nya dan berusaha memahami hikmah penciptaan di berbagai inovasi-Nya. Tentang keutamaan merenungi ciptaan-Nya ini, Allah Swt. telah menyebutnya di banyak ayat dan surat dalam Al-Quran, misalnya tentang penciptaan manusia (QS Al-Anbiyâ':30, QS Ath-Thariq:5, QS Adz-Dzariyaat:21) kemudian tentang penciptaan alam (QS An-Nâzi`at:27-28, QS Ali `Imran:190).

Pengetahuan tentang Allah adalah inti segala sesuatu. Bahkan orang yang tahu tentang Allah dengan sebenar-benar pengetahuan, akan mengambil petunjuk dari sifat dan perbuatan Allah yang diketahuinya atas apa yang dilakukan-Nya dan hukum-hukum yang disyariatkan-Nya. Karena Dia pasti berbuat sesuai dengan tuntutan asma’ dan sifat-Nya. Perbuatan-Nya pasti berkaitan dengan keadilan, karunia dan hikmah. Oleh karena itu hukum-hukum yang disyariatkan-Nya pasti sejalan dengan konsekuensi pujian, hikmah, karunia dan keadilan-Nya. Khabar-khabar dari-Nya seluruhnya adalah haq dan benar. Perintah dan larangan-Nya pastilah adil dan mengandung hikmah. 


Di antara faidah yang lain, mengenal asma Allah yang husna dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi menuntut adanya pengaruh ubudiyah dan ketundukan. Setiap sifat ubudiyah khusus merupakan konsekuensi atas pengetahuan dan ilmu terhadap asma dan sifat-Nya, serta konsekuensi dari realisasi ma’rifatnya. Dan ini berlaku pada seluruh jenis-jenis ubudiyah yang dilakukan oleh hati dan anggota badan.

Penjelasannya, apabila seorang hamba mengilmui tentang keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal menolak mudharat dan mendatangkan manfaat, dalam hal memberi dan menahan, dalam hal menciptakan dan memberi rezeki, dalam hal menghidupkan dan mematikan, maka itu akan membuahkan ubudiyah tawakkal kepada-Nya semata secara batin, dan konsekuensi tawakkal dan buahnya secara lahiriyah.

Apabila ia telah mengilmui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, tiada satupun yang tersembunyi atas-Nya walau sebesar biji dzarrah di langit maupun di bumi, bahwa Dialah yang mengetahui yang tampak dan yang rahasia. Dialah yang mengetahui pandangan mata yang khianat dan rahasia yang tersembunyi di dalam hati. Maka semua itu akan membuahkan penjagaan lisan dan anggota badan serta bisikan hati dari segala perkara yang tidak diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan mengaitkan seluruh aktifitas anggota tubuh tersebut kepada apa-apa yang disukai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila ia mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Kaya lagi Maha Mulia, Maha santun lagi Maha Penyayang, Maha luas kebaikan-Nya, maka hal itu akan menguatkan harapannya, dan pengharapan ini akan membuahkan berbagai jenis ubudiyah yang lahir maupun yang batin sesuai kadar ma’rifat dan ilmunya.

Apabila ia telah mengenali kesempurnaan Allah dan keindahan-Nya, maka itu akan menumbuhkan cinta khusus dan kerinduan yang sangat besar untuk bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selanjutnya hal itu akan membuahkan berbagai jenis ibadah-ibadah lainnya.
Dengan itu, ia mengetahui bahwa semua bentuk-bentuk ubudiyah kembali kepada kandungan asma dan sifat-Nya. 

Apabila seorang hamba mengenal Rabbnya dengan sebenar-benar pengenalan, seperti yang dituntut dan diinginkan, selamat dari tata cara ahli bid’ah dalam masalah ma’rifatullah ini, yang dibangun atas penyelewengan makna asma dan sifat atau penafiannya atau penetapan kaifiyatnya atau penyamaannya dengan sifat-sifat makhluk. Barangsiapa selamat dari metodologi filsafat batil seperti ini –yang pada hakikatnya adalah sebab terbesar yang menghalangi seorang hamba dari mengenali Rabbnya dan sebab terbesar yang dapat mengurangi keimanan dan melemahkannya- dan mengenal Rabbnya melalui Asma-Nya yang husna dan sifat-Nya yang Maha Tinggi yang melalui asma dan sifat itulah Dia memperkenalkan diri kepada makhluk-makhluk-Nya yang telah Dia sebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, lalu memahaminya menurut manhaj Salafus Shalih, berarti ia telah diberi taufik kepada faktor utama yang dapat menambah keimanan.

Telah diriwayatkan sebuah khabar yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki 99 asma. Barangsiapa menghitungnya maka bisa menjadi sebab masuknya ia ke dalam jannah.

Dalam kitab Shahihain diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki 99 asma, seratus kurang satu. Barangsiapa menghitungnya niscaya ia masuk jannah.”

Maksud menghitungnya bukanlah sekadar menyebutnya satu persatu saja, sebab orang fajir juga bisa melakukannya. Namun maksudnya adalah mengamalkan konsekuensinya.

Jadi, harus dengan memahami Asma dan Sifat serta memahami kandungan maknanya, sehingga kita bisa mengambil faidah yang sempurna darinya.

“ Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “  Al Hasyr : 22-24

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Al-Ihtisyam - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -